Diusianya yang masih belia, Imam Bukhari sudah ditinggalkan ayahnya. Derita beliau ditambahkan lagi setelah penglihatannya hilang. Hal ini tidak hanya membuat si ibu menjadi janda, yang ertinya bertanggung jawab untuk membesarkan anaknya seorang, tetapi juga mesti mengasuh anaknya yang memerlukan khusus alias tanpa penglihatan.
Saat itu mungkin sang ibunda merasa dunia serasa tidak adil. Perasaan tidak berdaya juga ikut menyelimutinya. Tetapi wanita ini memilih untuk kembali kepada Sang Pemberi Kehidupan. Tiada henti dia menadah tangan bermunajat kepada-Nya, sampai akhirnya penglihatan Imam Bukhari kembali normal.
Tidak hanya itu, ibunda Imam Bukhari juga mendukung sepenuhnya pendidikan sang anak, meninggalkan kenyamanan hidupnya untuk pergi bersama Imam Bukhari, menebus panas terik gurun Arabia, mengumpulkan hadis-hadis yang hari ini menjadi acuan terbaik umat islam di dunia.
Perjalanan yang terjal serta penuh cubaan membuahkan hasil. Anaknya yang dahulu mempunyai keterbatasan dalam melihat kini dapat menemukan kemampuan penglihatan yang sebenarnya- memahami dunia dan Tuhannya.
Benar kata Imam Akram Nadwi tentang ibunda Imam Bukhari, "Beliau mungkin tidak menghasilkan
Kitab Hadis Bukhari, tetapi beliau menghasilkan penulisnya...."
- Fikar.