Sunday, 10 September 2017

CETUSAN RINDUKU


Kamu

Kamu yang sabar lalu menumbuhkan debar
Kamu yang perhatian kemudian kurindukan
Kamu yang terus menanti lalu membuatku jatuh hati
Kamu yang tulus kemudian melahirkan perasaan khusus


Tulisan ini tentang kamu
Kamu yang telah berhasil meyakinkan aku untuk hidup bersama
Kamu yang telah menggenapkan aku
Kamu tempat bermuaranya rindu
Kamu peluk sebelum lelap menyapa.



Aku membuatmu menunggu, itu bukan inginku. Jika hati dengan mudah membuka pintunya, itu juga bukan kehendakku.
Kau berkata.....hatimu tak bisa kau paksakan, apapun jawapanmu, akan kuterima dengan lapang.
Kini aku berada dalam persimpangan, di mana langkah kakiku pun tak tahu akan ke mana berjalan. Aku ingin sepertimu, yang dengan mudah membuka hati, dan mengizinkanku untuk berada di dalamnya. Tapi, aku tak dapat mengatur hatiku sesuai dengan inginku.

Maaf harus membuatmu menunggu dengan lama, dengan waktu yang tak pernah mampu kutentukan. Jika lelah menanti, maka kuizinkan kau untuk pergi.





Aku menunggumu dengan detik jam terus melaju, apakah jadi datang hari ini?
Menghabiskan  siang bersamaku, dengan secangkir kopi yang telah kupesan sedari tadi.


Kamu di mana?
Jangan biarkan jarum jam terus melaju, sementara aku menunggumu dengan tak tentu.


Datanglah sebelum kopiku ini dingin dan sebelum pertemuan menjadi tak lagi kuingini.





Pergi

Telahku putuskan untuk pergi dari hidupmu. Harapan yang kelmarin aku bawa,  kini kukemas rapi berserta semua kenangan yang pernah ada. Tak ada yang sia-sia dari kedatanganku kali ini, meskipun
kepulanganku berakhir membawa luka di hati.

Tak akan ada lagi harapan yang sia-sia, tanya yang hanya tersimpan dalam kepala, ataupun rindu yang menanti kapan kau tiba. Semua telah usai dan tak ada yang perlu disesali.


Tak perlu rasa bersalah kerana telah menggantikanku dengannya, tak perlu juga kau mencariku ketika dia tidak membuatmu bahagia, dan tak perlu berharap pada hubungan kita yang akan kembali seperti semula.

Pada perjalanan yang tak lagi sama, semoga kita menemukan bahagia yang tak lagi berakhir luka.




Entah apa alasanmu menghilang dari hidupku. Kau pergi meninggalkan ketika bahagia padamu kusandarkan. Aku kehilangan.

Tak ada tawa lepas, tak ada wajah ceria seperti dulu. Semua hanya topeng yang kukenakan setiap waktu. Hatiku tetap merasa sepi meski beberapa teman datang bersilih ganti.

Saat ini aku menuju ke kotamu. Mencuba mencari dirimu, yang tak lagi memberi khabar. Pencarian ini untuk mendapatkan sebuah jawapan, Entah untuk menemukan lagi kebahagiaan atau justru dipaksa untuk melupakan.

Ya hidup adalah suatu perjalanan dari satu titik ke satu titik yang lainnya. Tentang menemukan, meninggalkan atau melupakan.








Jauh di sana apakah kau merasakan hal yang sama?


Merindukan kebersamaan kita, ketika menanti hujan reda.
Menyesap secangkir kopi diselangi beberapa tawa.
Meleburkan rindu pada temu yang bahagia.


Apa khbarmu?

Dua kata yang selalu ingin aku tanyakan, tapi tak pernah tersampaikan.
Sejak saat itu, semua tanya tentangmu hanya tersimpan dalam hati dan beberapa tulisan yang tak pernah kau baca.

Kepergianmu tak seperti hujan yang kemudian memberikan ketenangan atau kebahagiaan kerana munculnya pelangi. Kepergianmu tak seperti senja yang pasti akan kembali di esok hari.

Kepergianmu memaksaku utnuk berhenti berharap tentang kita, kepergianmu membuatku merasakan rindu seorang diri, kepergianmu yang hingga kini masihku tangisi.

Dulu kuharap, pada temu untuk menuntaskan rindu. Kini, mengetahui khabarmu yang juga merindukanku sudah cukup bahagia.

Maaf jika harapku terlalu.








Untuk hati yang telah memilih.

Jika padanya kau telah jatuh, lalu mengapa kau buat dia rapuh?

Jika padanya kau mengaku cinta, lalu mengapa kau buat dia terluka.

Jika padanya kau mengaku akan setia, lalu mengapa kemudian kau memilih mendua?

Jika padanya kau kata akan tetap bersama, lalu mengapa kau meninggalkannya?

Mengapa kau dengan mudah berubah? Mengapa tak kau pegang semua semua ucapan pertamamu?


Semoga hatimu tak seperti yang telah kutulis di atas tadi....


~zeetriesta.


Saat kita dewasa, kita akan semakin belajar untuk mati rasa pada banyak hal. Hingga satu waktu, hal-hal yang dulu menyakiti kita dengan muda...