SALAH TELAH MENCUBA..
Ku fikir segala hal yang belum ku tahu akan bagaimana, harus aku usahakan dengan segala upaya.
Sampai aku tidak tahu harus berusaha bagaimana lagi.
Aku salah telah mencuba mendekatimu.
Membuat ruang di hatimu terbuka.
Meski sedikit untuk aku masuk ke dalamnya.
Aku salah telah mencuba menerima segalamu.
Dengan masa lalumu yang berusaha aku fahami, Kau masih menginginkannya ada di masa kini.
Aku salah telah mencuba pura-pura tak mengerti bahawa kau mungkin tak pernah mengharapkanku ada di sisi.
Pada hal aku menunggu untuk kau perlukan.
Kerana aku begitu ingin kau demikian.
Aku salah telah berprasangka baik pada segala hal perihal kau.
Kerana nyatanya, berwaktu-waktuku tunggu, tak ada yang berubah.
Hatimu masih berisi dia. Aku tak punya tempat di sana.
LEPASKAN SAJA..
Aku tahu, betapa beratnya merasa cinta namun tidak dicintai.
Aku tahu, betapa beratnya merasa bahawa esok terlalu sulit untuk dilalui. Kerana hari ini pun kau enggan menjalani.
Aku tahu, nyeri hiruk pikuknya hati merasa rindu yang sesak, sendiri.
Aku tahu....
Tahukah engkau apa yang terbaik yang bisa kau lakukan? Tentu saja selain menangis sendirian dan meratapi kemalangan.
Lepaskan saja.
Lepaskan semua bebanmu.
Ceritakan pada seseorang, bahkan bila perlu biar dunia tahu.
Mungkin tak banyak yang akan faham. Namun berbagi selalu tak pernah membuatmu kesusahan.
Suatu saat kau akan sembuh.
Suatu hari kau akan sedar.
Di masa depan nanti kau harus bahagia.
Kerana bahkan janji yang terlanjur diingkari, perlu untuk kau lupakan dan jangan diingat lagi.
~kredit Tia Setiawati..
Sebab janji serupa akar yang menancap kuat dalam ingatan meski pohonnya berkali kau tebang.
"Kan kubahagiakan kau dengan seluruh dayaku"
Adalah akar yang kau tinggalkan pada nafsuku yang kian tersengal.
Seorang yang tak takut mati, tak lantas kuat menghadapi teguk demi teguk air
Saat gelas-gelas lebih banyak berisi wajahmu dibanding cairan
memabukkan itu.
Apakah ini nikmat; ketika seolah malaikat hendak menjatuhkan kematian lebih cepat
namun takdir lebih senang menuliskan sakit yang lain saat aku sekarat?
Apakah janji harus ditepati?
Apakah mati lebih baik dari menanti?
Atau cabut saja seluruh akar
hingga tak lagi buntuh bunga yang mekar.
Terkait rahsiaku denganTuhan, yang mau tak mau hari ini harus tersampaikan, perihal yang tengah mati-matian aku perjuangkan; sendirian.
Aku berhenti di persimpangan, menyesuaikan gerak jari dengan rintik hujan, sembari bergidik perlahan, mengelu-elukan rintik yang semakin memperjelas kepedihan.
Ya, aku masih berdiri di persimpangan, yang tak hanya berbincang perihal kiri dan kanan, tapi hayalan dan kenyataan, mengulang dan bertahan.
Bukankah setiap perulangan bertumpu pada permulaan? Tak ada yang bisa kugenggam sebagai jaminan untuk sekadar memulai percubaan.
Sebaik-baiknya mengikhlaskan, bertahan masih kujadikan pilihan sebagai hak dan kewajiban.
Sebab tanpamu,
Jadi apa aku gerangan?
Pemangsa kenangan.
~ kredit K~